Jumat, 30 April 2010 5 komentar

pertanyaan konyol.......

Saya merasa aneh sendiri ketika menyadari saya mempertanyakan suatu hal yahg bodoh. Pertanyaan tersebut sulit saya hindarkan dari benak saya.
Terkadang saya heran, kenapa diri saya bertanya untuk sesuatu yang memang sudah jamaknya seperti itu, dan semua orang melihatnya.
Saya bertanya tentang rel kereta api, spoor kata orang-orang Belanda.
Entah kebodohan atau keluguan saya, orang yang saya jumpai serta merta menertawakan pertanyaan saya dan entah apa yang ada di benak mereka ketika saya bertanya.
Rel yang panjang sejajar itu telah membuat saya gila.
Besi panjang dengan tumpuan kayu, telah mampu menahan beban kereta api yang tentunya tidak ringan.
Dengan jarak sejajar tertata rapi dari Jakarta sampai Surabaya, bagaimana mungkin coba, bayangkan!!!
Melintasi hutan, gunung, sungai, dan banyak lagi bentang alam yang dilaluinya, dan masuk goa juga.
Gila tu rel kereta api, hebat bener….
Yang hebat yang bikin besinya, yang masang, atau ada hal yang lain…
Revolusi Industri telah mengubah dunia, tapi mungkinkah akan ada revolusi pertanian di Indonesia ya, secara Indonesia adalah Negara agraris, kata orang-orang (gk nyambung, hehehe).
Hanya akan menjadi pertanyaan, adakah yang mau terlibat?
0 komentar

Kutoarjo (2)

Saya ingin berbagi cerita tentang perjalanan kedua saya mengunjungi teman-teman kecil saya di suatu tempat yang bagi saya juga sangat special. Ya, hari ini saya dan lagi-lagi dengan teman saya, yang kali ini kami hanya berdua kembali menempuh melewati sepasang jajaran besi panjang untuk sekadar berolahraga.
Awalnya tidak ada pikiran khususnya menempuh perjalanan panjang hanya untuk berolahraga, tapi memang begitu kenyataannya.
Setelah kembali saya ditemani surat kecil pengantar kami pergi yang nantinya akan berhamburan di tempat kami tuju dan deretan vegetasi yang sampai saat ini masih saya kagumi, oia teman saya berkata ‘teman, kamu sudah menyebut statement yang sama dari hari kemarin’, ya itu semata-mata karena kekaguman saya bertemu dengan deretan vegetasi yang sudah saya ceritakan sebelumnya, dan nanti akan saya ceritakan kenapa saya sangat mengaguminya, saya sampai di kota itu tetap dengan kuda besi yang siap sedia mengantar saya, kami lebih tepatnya.
Kali ini kami mencoba hal baru, berbekal ketidaktahuan dan sedikit bertanya, akhirnya kami sampai juga, setelah sebelumnya kami bertemu teman lama yang membuktikan bahwa dunia ini memang selebar daun kelor, piker saya.
Tepat di depannya kami turun, berjalan beberapa langkah, dan kembali bertemu dengan pintu besi yang bagi saya kali ini seakan menyentuh langit, terlalu berlebihan mungkin tapi itu yang saya rasakan saat itu.
Pintu terbuka dan AHA, waktu itu telah datang. Seperti yang sudah saya katakana, olahraga, ya itu tujuan kami. Ditemani teman-teman special kami, berolahragalah kami jadinya.
----------
Tak sanggup mendengar dan melihat rintihan sang bola yang kami pukul, lempar, dan sesekali kami tending, kami memutuskan berhenti, atau lebih tepatnya saya yang meminta berhenti. Tidak adil memang, tapi saya menginginkan dan berkuasa untuk menghentikannya.
adil, kemudian kata-kata itu merajai pikiran saya.
Tiba-tiba iba menyergap saya dari lamunan. Hari ini dan olahraga ini adalah hiburan mereka, teman-teman saya, dan saya tiba-tiba menginginkannya untuk berhenti? Adilkah saya?
Adilkah mereka di sini, saat ini dan sekarang. Kemudian saya terbayang 10 tahun yang akan datang tentang mereka, akan seperti apakah mereka?
Atas nama keadilan mereka menemani jeruji-jeruji besi tua itu samapi usia mereka 18, kemudian apakah atas nama keadilan, adilkah untuk mereka setelah sisa waktu itu?
Tak henti-hentinya saya berpikir, sebenarnya adakah keadilan bagi mereka yang atas nama kebenaran dan keadilan mereka harus menghabiskan sisa hidupnya di tempat yang akan sering saya datangi ini?
Dan saya jadi bingung –kata favorit saya ketika kehabisan kata-kata-
Bergunakah kemudian tempat ini? Tidak adakah tempat yang lebih layak untuk mengajari mereka kebenaran, kebaikan dan keadilan?
Kemudian saya teringat kata Roger dan Bandura, yang menurut teman-teman saya di tempat lain adalah tokoh psikologi, bahwa manusia sebenarnya memiliki potensi yang positif untuk berkembang, namun tetap ada juga pengaruh lingkungan dalam mengembangkan potensi tersebut. Dan apakah layak kemudian teman-teman special saya hidup dan berkembang di tempat itu?
Dan saya bingung untuk kedua kalinya.
Saya piker masih ada tempat lain yang lebih layak untuk mereka, tapi di mana? Pertanyaan besar yang memenuhi pikiran saya, sampai kuda besi yang membawa kami, saya dan teman saya kembali merayapi jajaran besi lurus panjang yang entah kapan besi itu akan bertahan (pertanyaan lagi muncul darimu, besi tua)
--------
Denting itu terdengar dan sekali lagi surat kecil pengantar perjalanan berhamburan, dan kali ini ditambah kepala saya yang penuh pertanyaan. Akankah pertanyaan itu akan terjawab?

Lapas Anak Kutoarjo
7 komentar

Conduct Disorder, Kepedulian Kita Bersama

Pernah mendengar istilah conduct disorder? Saya ingin sedikit berbagi cerita dari apa yang saya pahami tentang conduct disorder. Secara terjemahan ringan conduct disorder adalah gangguan tingkah laku, lalu tingkah laku apa yang bisa disebut conduct disorder?
Conduct disorder menurut perspektif ilmu yang saya geluti sampai sekarang hanya menjadi batasan istilah untuk individu dengan usia anak hingga remaja, kalau sudah menginjak dewasa, conduct disorder akan sering disebut sebagai perilaku antisosial atau antisocial behavior. Saya kurang tahu jelas apa yang menjadi penyebab individu mengalami conduct disorder. Menurut saya, ada banyak faktor yang bisa menyebabkan individu mengalami ‘disorder’, tidak hanya dari faktor psikis tapi lebih kompleks, yaitu faktor bio-psiko-sosial. Baik secara biologis, psikologis, dan sosial tidak dapat dipisahkan ketika pembahasan tentang manusia digulirkan, itulah kenapa manusia disebut makhluk yang kompleks. Daripada berbicara banyak tentang apa yang saya tidak tahu pasti, akan lebih baik berbicara tentang apa yang saya pahami saja.
Conduct disorder dari yang pernah saya baca dapat ditandai dengan (1) mereka memiliki sejarah yang menetap dalam melanggar aturan, berbohong, mencuri, agresi fisik, tidak menghormati hak milik orang lain, penggunaan obat terlarang, dan sering melawan otoritas, (2) gagal untuk mematuhi aturan norma sosial, melanggar hukum yang ditunjukkan dengan secara berulang menunjukkan perilaku melanggar aturan tersebut, (3) menunjukkan perilaku interaksi yang konfrontatif, agresif dengan pola yang argumentatif figur otoritas, (4) tidak mempunyai atau sedikit rasa menyesal jika telah menyakiti orang lain, (5) memiliki perilaku konsisten untuk menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada dirinya, (6) kurang adanya penghormatan pada kejujuran, ditambah intensi yang tinggi untuk berbohong, (7) sering memulai ‘pertempuran’ verbal maupun non verbal, (8) memiliki pola hidup berpindah dari kota ke kota tanpa tujuan yang jelas atau dari suatu wilayah ke wilayah yang lain dengan tanpa tujuan yang masuk pasti. Delapan saya rasa sudah cukup merepresentasikan (tidak tahan menulis banyak, )
Saya rasa dengan penggambaran delapan perilaku tersebut dapat setidaknya sedikit membuka wawasan baru mengenai conduct disorder.
Saya rasa dengan kesadaran terhadap conduct disorder bisa membuka mata hati dan pikiran kita bahwa ada individu lain yang membutuhkan perhatian kita. Perhatian bukan semata untuk mengamankan diri kita dari tindakan ‘anarki’ para conduct disorder, tetapi perhatian yang dibutuhkan adalah perhatian untuk mendampingi mereka para conduct disorder agar dapat menjalani hidup dengan lebih baik, lebih adaptif, dan mampu berperilaku yang lebih bisa diterima dalam interaksi sosial dalam kehidupan.
Menyebut bantuan agaknya terlalu muluk-muluk dalam kamus saya, karena saya sendiri tidak yakin apa saya bisa membantu. Saya lebih leluasa dengan istilah mendampingi mereka para conduct disorder. Mendampingi dalam hemat saya berarti bahwa saya dan individu yang saya dampingi setara dan dapat berproses bersama menuju ke arah kebaikan. Ya walaupun saya sendiri tidak mengetahui kebaikan itu konkritnya seperti apa, bukankah akan lebih mudah ketika berproses bersama, mengetahui bersama, belajar bersama apa yang dimaksud kebaikan.
Jadi, alangkah berwarnanya dunia manusia ini bila masih ada yang memiliki asa dan cita untuk lebih peduli pada lingkungan, tidak hanya lingkungan fisik hayati saja, tapi juga lingkungan psikologis dan sosial kita. Conduct disorder adalah gangguan yang masih bisa diminimalisir, maka kepedulian kita pada sekitar sangat dibutuhkan. Mendampingi mereka para conduct disorder untuk dapat memandang indah dunia dengan lebih bermakna, saya rasa akan sangat berarti untuk diri kita sendiri dan juga bagi mereka.
[To be continued]
Kamis, 01 April 2010 1 komentar

Aku dan Puisiku

Aku ingin berpuisi
Menyampaikan kata-kata yang terkadang tak di mengerti orang

Aku ingin berpuisi
Menyampaikan pikiran hati yang melupakan perasaannya

Aku ingin berpuisi
Mensatir sajak indah tentang kesedihan atau murka

Aku ingin berpuisi
Melantunkan melodi dalam pilihan diksi kata layaknya petikan biola

Aku ingin berpuisi
Hanya sekadar berceloteh tak ada makna

Dan aku ingin berpuisi
Menyampaikan kesombonganku pada dunia
Merangkai keangkuhanku dalam kata-kata

Hingga akhirnya hanya aku dan puisiku
1 komentar

Day 1

Ku mulai pagi ni dengan bersiap untuk pergi menemui teman-teman yang sangat special.
Pagi yang dingin membuatku malas beranjak dari pantai busa yang nyaman ini. Ku buka pelapis kulitku, membuka pintu dan berjalan menyusuri lorong-lorong bercahayakan biru pagi dengan semburat warna mentari. Ku selesaikan membasuh diri dan kukenakan anyaman rapi benang-benang yang telah ku pilih sebelumnya.

Menawan, ku bilang.

Pagutanku terjaga oleh deru suara mesin yang akan menghantarkanku menemui teman-teman special pagi ini, ku berlari dan tak lupa ku kenakan alas kaki yang sudah sekitar 6 tahun menemani hariku.

Pagi ini indah, pikirku.

Deretan orang sudah berjajar rapi menunggu surat kecil pengantar pergi, kami, aku dan seorang teman, pun larut di dalamnya. Perlahan merangsek ke depan ditemani bau yang selama ini ku benci, tapi pagi itu harus menggelitik hidungku, lekat.

Berhasil, kataku.

Bertemu pagar besi yang ramah tapi tetap Nampak elegan. Kusodorkan surat itu dan temanku menemani. Masuklah kami menunggu denting suara khas yang akan sering kami temui nantinya di hari yang sama dengan sekarang.

Satu, dua, dan beberapa menit berlalu, akhirnya dentingan itu berbunyi, menandakan surat kecil kami akan segera mempunyai arti.

Kuda besi, kulihat.

Surat-surat lain bertebaran, berganti surat-surat baru yang segera akan mempunyai arti seperti halnya perjalananku pagi ini. Tetapi cemas melandaku, tiga surat ini tak akan berarti tanpa hadirnya satu temanku lagi.

Denting silih berganti berbunyi dan sampai pada dentingan untuk kuda besiku, tapi dimanakah dia? Kami cemas menunggu, mengelus halus badan kuda besi ini untuk sabar menunggu, tak datang, tak berkabar, tak kunjung terlihat, cemas.

Dia akan datang yakinku.

Intuisiku tepat.

Akhirnya, kuda ini berlari menyusuri deretan vegetasi yang menakjubkan. Deretan pohon-pohon kelapa diterjang angin, melambai anggun seolah tahu begitu berartinya perjalanan ini bagiku, bagi kami.

Satu, setengah, dua … kuda besi telah sampai menghantarkanku menemui deretan besi-besi panjang entah dimana akan berakhir. Ku lalui dua diantara mereka.

Lega, batinku.

Entah dimana negri ini, tapi aku mulai mengukainya, ramah dan bersahabat.

Sampaikah kita, tanyaku.

Tanyaku belum terpuaskan, dua buah kreativitas menyambut kami. Ku naiki dengan tak sabar ingin merasakan sensasinya. Ya, mesin itu telah dipasang untuk mempermudah dan meringankan kerjanya, tak perlu lagi mengayuh, cukup dengan mengatur setir tempat duduk tiga roda ini berlari menyusuri jalan-jalan di negri yang mulai ku sukai ini. Berjalan, berputar, naik, turun, bertanya dan menemukan.

Sampai. Aku kembali bertemu dengan besi-besi panjang tapi kali ini penuh penjagaan. Merinding.

Aku ingin tahu.

Kami beranikan untuk masuk dan bertanya. Satu, dua, lima menit kami menunggu, dan aku tak ingin lebih lama lagi. Pintu kayu yang mengentuh atap itupun terbuka, setelah sebelumnya sepasang mata mengintip dari celah-celah jeruji yang juga hanya bisa untuk melihat sapasang mata yang mencarinya. Tertegun aku dibuatnya.

Masuk, batinku.

Kiri dan kananku tembok-tembok tinggi, ngeri, tapi kami punya lagi surat untuk mengaksesnya. Di keluarkanlah surat itu dari dompet salah satu temanku. Aha, kami berhasil menembusnya.

Jauh semakin dalam, semakin aku dibuat miris oleh keadaan ini. Besi-besi panjang itu semakin berjajar rapat, massif, dan sempit bercelah. Kunamai dia jeruji.
Jeruji apa yang kau jaga disini, tanyaku, kali ini dalam hati. Tak pernahkah kau lelah? Dan tak pernahkah kau merasa iba?, ku perpanjang tanyaku. Ku lihat kau begitu murka atas apa yang kau jaga di dalamnya. ku amati kau begitu tersayat atas apa yang menyentuhmu setiap hari. Ataukah malah kau merasa bangga atas tugasmu di sini? Aku belum menemukan apa yang kau rasa tapi aku, kami, ingin sekali mengenal apa yang kau jaga, apa yang menyentuhmu, dan apa yang membuatmu berada dan terjajar rapi di sini. Hingga bisa mengartikan apa yang kau rasa selama ini. Kecamuk ini menggelitikku untuk bertanya.
------------
Bisakah kami mengenal mereka lebih jauh? Menjadi teman berbagi cerita hari ini dan masa depan? Teman pengurang dahaga kerinduan akan udara? Teman tertawa di saat tak kuasa membendung rindu? Sahabat berbagi penawar murka dan angkara?
Kami pun ingin belajar dari mereka. Menyimak cerita kehidupan. Berbagi ilmu keteladanan. Mengisi kekosongan. Membenarkan yang salah dan menguatkan yang telah benar. Menyuarakan kegembiraan.

Mungkinkah itu? Kami ingin bersama mereka, di sela waktu kami dan mereka?
Getir.
Iba.
Tertahan.
-----------
Ketulusan.
-----------
Kuda besi kembali berlari sekuat tenaga membawa kami kembali nyata. Bertemu lagi vegetasi yang baru ku temui tadi pagi, menenami, tersenyum, dan menghantarkan kami pulang.

Denting itu berbunyi dan surat-surat kecil pengantar perjalanan kembali berhamburan. Aku tiba.

Ku nikmati dan ku resapi. Awal dari sebuah perjalanan panjang yang akan memberikan arti tersendiri bagi kami, terutama bagiku.

Kami telah bertemu mereka, teman-teman kecilku yang special.
Hidup kalian masih panjang, ijinkan aku, kami ikut bersama menikmati setiap langkah kalian teman, karena kalian berarti.

ya, karena kalian berarti.

Lapas Anak Kutoarjo
6 Maret 2010.

pertanyaan konyol.......

Saya merasa aneh sendiri ketika menyadari saya mempertanyakan suatu hal yahg bodoh. Pertanyaan tersebut sulit saya hindarkan dari benak saya.
Terkadang saya heran, kenapa diri saya bertanya untuk sesuatu yang memang sudah jamaknya seperti itu, dan semua orang melihatnya.
Saya bertanya tentang rel kereta api, spoor kata orang-orang Belanda.
Entah kebodohan atau keluguan saya, orang yang saya jumpai serta merta menertawakan pertanyaan saya dan entah apa yang ada di benak mereka ketika saya bertanya.
Rel yang panjang sejajar itu telah membuat saya gila.
Besi panjang dengan tumpuan kayu, telah mampu menahan beban kereta api yang tentunya tidak ringan.
Dengan jarak sejajar tertata rapi dari Jakarta sampai Surabaya, bagaimana mungkin coba, bayangkan!!!
Melintasi hutan, gunung, sungai, dan banyak lagi bentang alam yang dilaluinya, dan masuk goa juga.
Gila tu rel kereta api, hebat bener….
Yang hebat yang bikin besinya, yang masang, atau ada hal yang lain…
Revolusi Industri telah mengubah dunia, tapi mungkinkah akan ada revolusi pertanian di Indonesia ya, secara Indonesia adalah Negara agraris, kata orang-orang (gk nyambung, hehehe).
Hanya akan menjadi pertanyaan, adakah yang mau terlibat?

Kutoarjo (2)

Saya ingin berbagi cerita tentang perjalanan kedua saya mengunjungi teman-teman kecil saya di suatu tempat yang bagi saya juga sangat special. Ya, hari ini saya dan lagi-lagi dengan teman saya, yang kali ini kami hanya berdua kembali menempuh melewati sepasang jajaran besi panjang untuk sekadar berolahraga.
Awalnya tidak ada pikiran khususnya menempuh perjalanan panjang hanya untuk berolahraga, tapi memang begitu kenyataannya.
Setelah kembali saya ditemani surat kecil pengantar kami pergi yang nantinya akan berhamburan di tempat kami tuju dan deretan vegetasi yang sampai saat ini masih saya kagumi, oia teman saya berkata ‘teman, kamu sudah menyebut statement yang sama dari hari kemarin’, ya itu semata-mata karena kekaguman saya bertemu dengan deretan vegetasi yang sudah saya ceritakan sebelumnya, dan nanti akan saya ceritakan kenapa saya sangat mengaguminya, saya sampai di kota itu tetap dengan kuda besi yang siap sedia mengantar saya, kami lebih tepatnya.
Kali ini kami mencoba hal baru, berbekal ketidaktahuan dan sedikit bertanya, akhirnya kami sampai juga, setelah sebelumnya kami bertemu teman lama yang membuktikan bahwa dunia ini memang selebar daun kelor, piker saya.
Tepat di depannya kami turun, berjalan beberapa langkah, dan kembali bertemu dengan pintu besi yang bagi saya kali ini seakan menyentuh langit, terlalu berlebihan mungkin tapi itu yang saya rasakan saat itu.
Pintu terbuka dan AHA, waktu itu telah datang. Seperti yang sudah saya katakana, olahraga, ya itu tujuan kami. Ditemani teman-teman special kami, berolahragalah kami jadinya.
----------
Tak sanggup mendengar dan melihat rintihan sang bola yang kami pukul, lempar, dan sesekali kami tending, kami memutuskan berhenti, atau lebih tepatnya saya yang meminta berhenti. Tidak adil memang, tapi saya menginginkan dan berkuasa untuk menghentikannya.
adil, kemudian kata-kata itu merajai pikiran saya.
Tiba-tiba iba menyergap saya dari lamunan. Hari ini dan olahraga ini adalah hiburan mereka, teman-teman saya, dan saya tiba-tiba menginginkannya untuk berhenti? Adilkah saya?
Adilkah mereka di sini, saat ini dan sekarang. Kemudian saya terbayang 10 tahun yang akan datang tentang mereka, akan seperti apakah mereka?
Atas nama keadilan mereka menemani jeruji-jeruji besi tua itu samapi usia mereka 18, kemudian apakah atas nama keadilan, adilkah untuk mereka setelah sisa waktu itu?
Tak henti-hentinya saya berpikir, sebenarnya adakah keadilan bagi mereka yang atas nama kebenaran dan keadilan mereka harus menghabiskan sisa hidupnya di tempat yang akan sering saya datangi ini?
Dan saya jadi bingung –kata favorit saya ketika kehabisan kata-kata-
Bergunakah kemudian tempat ini? Tidak adakah tempat yang lebih layak untuk mengajari mereka kebenaran, kebaikan dan keadilan?
Kemudian saya teringat kata Roger dan Bandura, yang menurut teman-teman saya di tempat lain adalah tokoh psikologi, bahwa manusia sebenarnya memiliki potensi yang positif untuk berkembang, namun tetap ada juga pengaruh lingkungan dalam mengembangkan potensi tersebut. Dan apakah layak kemudian teman-teman special saya hidup dan berkembang di tempat itu?
Dan saya bingung untuk kedua kalinya.
Saya piker masih ada tempat lain yang lebih layak untuk mereka, tapi di mana? Pertanyaan besar yang memenuhi pikiran saya, sampai kuda besi yang membawa kami, saya dan teman saya kembali merayapi jajaran besi lurus panjang yang entah kapan besi itu akan bertahan (pertanyaan lagi muncul darimu, besi tua)
--------
Denting itu terdengar dan sekali lagi surat kecil pengantar perjalanan berhamburan, dan kali ini ditambah kepala saya yang penuh pertanyaan. Akankah pertanyaan itu akan terjawab?

Lapas Anak Kutoarjo

Conduct Disorder, Kepedulian Kita Bersama

Pernah mendengar istilah conduct disorder? Saya ingin sedikit berbagi cerita dari apa yang saya pahami tentang conduct disorder. Secara terjemahan ringan conduct disorder adalah gangguan tingkah laku, lalu tingkah laku apa yang bisa disebut conduct disorder?
Conduct disorder menurut perspektif ilmu yang saya geluti sampai sekarang hanya menjadi batasan istilah untuk individu dengan usia anak hingga remaja, kalau sudah menginjak dewasa, conduct disorder akan sering disebut sebagai perilaku antisosial atau antisocial behavior. Saya kurang tahu jelas apa yang menjadi penyebab individu mengalami conduct disorder. Menurut saya, ada banyak faktor yang bisa menyebabkan individu mengalami ‘disorder’, tidak hanya dari faktor psikis tapi lebih kompleks, yaitu faktor bio-psiko-sosial. Baik secara biologis, psikologis, dan sosial tidak dapat dipisahkan ketika pembahasan tentang manusia digulirkan, itulah kenapa manusia disebut makhluk yang kompleks. Daripada berbicara banyak tentang apa yang saya tidak tahu pasti, akan lebih baik berbicara tentang apa yang saya pahami saja.
Conduct disorder dari yang pernah saya baca dapat ditandai dengan (1) mereka memiliki sejarah yang menetap dalam melanggar aturan, berbohong, mencuri, agresi fisik, tidak menghormati hak milik orang lain, penggunaan obat terlarang, dan sering melawan otoritas, (2) gagal untuk mematuhi aturan norma sosial, melanggar hukum yang ditunjukkan dengan secara berulang menunjukkan perilaku melanggar aturan tersebut, (3) menunjukkan perilaku interaksi yang konfrontatif, agresif dengan pola yang argumentatif figur otoritas, (4) tidak mempunyai atau sedikit rasa menyesal jika telah menyakiti orang lain, (5) memiliki perilaku konsisten untuk menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada dirinya, (6) kurang adanya penghormatan pada kejujuran, ditambah intensi yang tinggi untuk berbohong, (7) sering memulai ‘pertempuran’ verbal maupun non verbal, (8) memiliki pola hidup berpindah dari kota ke kota tanpa tujuan yang jelas atau dari suatu wilayah ke wilayah yang lain dengan tanpa tujuan yang masuk pasti. Delapan saya rasa sudah cukup merepresentasikan (tidak tahan menulis banyak, )
Saya rasa dengan penggambaran delapan perilaku tersebut dapat setidaknya sedikit membuka wawasan baru mengenai conduct disorder.
Saya rasa dengan kesadaran terhadap conduct disorder bisa membuka mata hati dan pikiran kita bahwa ada individu lain yang membutuhkan perhatian kita. Perhatian bukan semata untuk mengamankan diri kita dari tindakan ‘anarki’ para conduct disorder, tetapi perhatian yang dibutuhkan adalah perhatian untuk mendampingi mereka para conduct disorder agar dapat menjalani hidup dengan lebih baik, lebih adaptif, dan mampu berperilaku yang lebih bisa diterima dalam interaksi sosial dalam kehidupan.
Menyebut bantuan agaknya terlalu muluk-muluk dalam kamus saya, karena saya sendiri tidak yakin apa saya bisa membantu. Saya lebih leluasa dengan istilah mendampingi mereka para conduct disorder. Mendampingi dalam hemat saya berarti bahwa saya dan individu yang saya dampingi setara dan dapat berproses bersama menuju ke arah kebaikan. Ya walaupun saya sendiri tidak mengetahui kebaikan itu konkritnya seperti apa, bukankah akan lebih mudah ketika berproses bersama, mengetahui bersama, belajar bersama apa yang dimaksud kebaikan.
Jadi, alangkah berwarnanya dunia manusia ini bila masih ada yang memiliki asa dan cita untuk lebih peduli pada lingkungan, tidak hanya lingkungan fisik hayati saja, tapi juga lingkungan psikologis dan sosial kita. Conduct disorder adalah gangguan yang masih bisa diminimalisir, maka kepedulian kita pada sekitar sangat dibutuhkan. Mendampingi mereka para conduct disorder untuk dapat memandang indah dunia dengan lebih bermakna, saya rasa akan sangat berarti untuk diri kita sendiri dan juga bagi mereka.
[To be continued]

Aku dan Puisiku

Aku ingin berpuisi
Menyampaikan kata-kata yang terkadang tak di mengerti orang

Aku ingin berpuisi
Menyampaikan pikiran hati yang melupakan perasaannya

Aku ingin berpuisi
Mensatir sajak indah tentang kesedihan atau murka

Aku ingin berpuisi
Melantunkan melodi dalam pilihan diksi kata layaknya petikan biola

Aku ingin berpuisi
Hanya sekadar berceloteh tak ada makna

Dan aku ingin berpuisi
Menyampaikan kesombonganku pada dunia
Merangkai keangkuhanku dalam kata-kata

Hingga akhirnya hanya aku dan puisiku

Day 1

Ku mulai pagi ni dengan bersiap untuk pergi menemui teman-teman yang sangat special.
Pagi yang dingin membuatku malas beranjak dari pantai busa yang nyaman ini. Ku buka pelapis kulitku, membuka pintu dan berjalan menyusuri lorong-lorong bercahayakan biru pagi dengan semburat warna mentari. Ku selesaikan membasuh diri dan kukenakan anyaman rapi benang-benang yang telah ku pilih sebelumnya.

Menawan, ku bilang.

Pagutanku terjaga oleh deru suara mesin yang akan menghantarkanku menemui teman-teman special pagi ini, ku berlari dan tak lupa ku kenakan alas kaki yang sudah sekitar 6 tahun menemani hariku.

Pagi ini indah, pikirku.

Deretan orang sudah berjajar rapi menunggu surat kecil pengantar pergi, kami, aku dan seorang teman, pun larut di dalamnya. Perlahan merangsek ke depan ditemani bau yang selama ini ku benci, tapi pagi itu harus menggelitik hidungku, lekat.

Berhasil, kataku.

Bertemu pagar besi yang ramah tapi tetap Nampak elegan. Kusodorkan surat itu dan temanku menemani. Masuklah kami menunggu denting suara khas yang akan sering kami temui nantinya di hari yang sama dengan sekarang.

Satu, dua, dan beberapa menit berlalu, akhirnya dentingan itu berbunyi, menandakan surat kecil kami akan segera mempunyai arti.

Kuda besi, kulihat.

Surat-surat lain bertebaran, berganti surat-surat baru yang segera akan mempunyai arti seperti halnya perjalananku pagi ini. Tetapi cemas melandaku, tiga surat ini tak akan berarti tanpa hadirnya satu temanku lagi.

Denting silih berganti berbunyi dan sampai pada dentingan untuk kuda besiku, tapi dimanakah dia? Kami cemas menunggu, mengelus halus badan kuda besi ini untuk sabar menunggu, tak datang, tak berkabar, tak kunjung terlihat, cemas.

Dia akan datang yakinku.

Intuisiku tepat.

Akhirnya, kuda ini berlari menyusuri deretan vegetasi yang menakjubkan. Deretan pohon-pohon kelapa diterjang angin, melambai anggun seolah tahu begitu berartinya perjalanan ini bagiku, bagi kami.

Satu, setengah, dua … kuda besi telah sampai menghantarkanku menemui deretan besi-besi panjang entah dimana akan berakhir. Ku lalui dua diantara mereka.

Lega, batinku.

Entah dimana negri ini, tapi aku mulai mengukainya, ramah dan bersahabat.

Sampaikah kita, tanyaku.

Tanyaku belum terpuaskan, dua buah kreativitas menyambut kami. Ku naiki dengan tak sabar ingin merasakan sensasinya. Ya, mesin itu telah dipasang untuk mempermudah dan meringankan kerjanya, tak perlu lagi mengayuh, cukup dengan mengatur setir tempat duduk tiga roda ini berlari menyusuri jalan-jalan di negri yang mulai ku sukai ini. Berjalan, berputar, naik, turun, bertanya dan menemukan.

Sampai. Aku kembali bertemu dengan besi-besi panjang tapi kali ini penuh penjagaan. Merinding.

Aku ingin tahu.

Kami beranikan untuk masuk dan bertanya. Satu, dua, lima menit kami menunggu, dan aku tak ingin lebih lama lagi. Pintu kayu yang mengentuh atap itupun terbuka, setelah sebelumnya sepasang mata mengintip dari celah-celah jeruji yang juga hanya bisa untuk melihat sapasang mata yang mencarinya. Tertegun aku dibuatnya.

Masuk, batinku.

Kiri dan kananku tembok-tembok tinggi, ngeri, tapi kami punya lagi surat untuk mengaksesnya. Di keluarkanlah surat itu dari dompet salah satu temanku. Aha, kami berhasil menembusnya.

Jauh semakin dalam, semakin aku dibuat miris oleh keadaan ini. Besi-besi panjang itu semakin berjajar rapat, massif, dan sempit bercelah. Kunamai dia jeruji.
Jeruji apa yang kau jaga disini, tanyaku, kali ini dalam hati. Tak pernahkah kau lelah? Dan tak pernahkah kau merasa iba?, ku perpanjang tanyaku. Ku lihat kau begitu murka atas apa yang kau jaga di dalamnya. ku amati kau begitu tersayat atas apa yang menyentuhmu setiap hari. Ataukah malah kau merasa bangga atas tugasmu di sini? Aku belum menemukan apa yang kau rasa tapi aku, kami, ingin sekali mengenal apa yang kau jaga, apa yang menyentuhmu, dan apa yang membuatmu berada dan terjajar rapi di sini. Hingga bisa mengartikan apa yang kau rasa selama ini. Kecamuk ini menggelitikku untuk bertanya.
------------
Bisakah kami mengenal mereka lebih jauh? Menjadi teman berbagi cerita hari ini dan masa depan? Teman pengurang dahaga kerinduan akan udara? Teman tertawa di saat tak kuasa membendung rindu? Sahabat berbagi penawar murka dan angkara?
Kami pun ingin belajar dari mereka. Menyimak cerita kehidupan. Berbagi ilmu keteladanan. Mengisi kekosongan. Membenarkan yang salah dan menguatkan yang telah benar. Menyuarakan kegembiraan.

Mungkinkah itu? Kami ingin bersama mereka, di sela waktu kami dan mereka?
Getir.
Iba.
Tertahan.
-----------
Ketulusan.
-----------
Kuda besi kembali berlari sekuat tenaga membawa kami kembali nyata. Bertemu lagi vegetasi yang baru ku temui tadi pagi, menenami, tersenyum, dan menghantarkan kami pulang.

Denting itu berbunyi dan surat-surat kecil pengantar perjalanan kembali berhamburan. Aku tiba.

Ku nikmati dan ku resapi. Awal dari sebuah perjalanan panjang yang akan memberikan arti tersendiri bagi kami, terutama bagiku.

Kami telah bertemu mereka, teman-teman kecilku yang special.
Hidup kalian masih panjang, ijinkan aku, kami ikut bersama menikmati setiap langkah kalian teman, karena kalian berarti.

ya, karena kalian berarti.

Lapas Anak Kutoarjo
6 Maret 2010.
Daisypath Anniversary tickers

Feed my Fish!