Selasa, 08 Juni 2010

Relaksasi

Keadaan relaks adalah keadaan pada mana seseorang berada dalam keadaan tenang, dalam suasana emosi yang tenang. Untuk mencapai keadaan seperti ini, diperlukan suatu teknik melalui berbagai prosedur antara lain prosedur aktif dan prosedur pasif.
Relaksasi adalah komponen dasar penting alam kegiatan terapeutik. Teknik relaksasi yang berkaitan dengan terapi perilaku, mulai dikembangkan sejak jaman Edmud Jacobson pada awal tahun 30-an. Jacobson dikenal sebagi orang pertama yang melakukan penelitian dalam bidang psikofisiologik mengenai relaksasi. Jacobson menemukan jika seseorang berada dalam keadaan relaks yang dalam, ia tidak akan memperlihatkan respons terkejut terhadap suara keras. Pada tahun 1983, Jacobson membuat teknik relaksasi yang disebut sebgai teknik atau latihan relaksasi progresif (progessive ralaxation training) untuk membawa seseorang sampai ke keadaan relaks pada otot-ototnya. Jacobson percaya bahwa jika seseorang berada dalam keadaan seperti itu, akan terjadi pengurangan timbulnya reaksi emosi yang menggelora, baik pada susunan pusat syaraf, maupun pada susunan syaraf otonom dan lebih lanjut dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat, jasmani maupun rohani. Hal ini sesuai dengan teori emosi Jame-Lange, yang mengemukakan adanya interaksi antara emosi, misalnya kecemasan, dengan kondisi tubuh, misalnya peregangan pada otot-otot. Jadi jika seseorang dapat mengurangi ketegangan dan peregangan pada otot-ototnya, maka akan terjadi juga pengurangan ketegangan atau kecemasan, dan akibat-akibat lain karena keadaan tersebut.
Pada waktu yang bersamaan, ketika Jacobson mempergunakan teknik aktifnya, yakni pda tahun 1932, seorang dokter di Jerman bernama Johannes Schultz, memperkenalkan teknik pasif agar seseorang dapat menguasai munculnya emosi yang bergelora, yang dikenal dengan latihan otogenik (autogenic training). Pasien tidak lagi tergantung pada terapisnya, tetapi melalui teknik sugesti diri (auto suggestion technique), seseorang dapat melakukan sendiri perubahan kefaalan di dalam dirinya sendiri, juga bisa mengatur permunculan-permunculan dari emosinya pada tingkatan maksimal yang dikehendaki.
Pada tahun 50-an, seorang tokoh aliran behavioristik, bernama Joseph Wolpe, mempergunakan relaksasi progresif sebagai dasar untuk melakukan pengebalan sistematik. Teknik relaksasi yang dilakukan Wolpe ini adalah modifikasi dari tekniknya Jacobson yang dianggap oleh Wolpe memakan waktu terlalu lama, sehingga dia memodifikasi teknik yang lebih pendek, lebih sederhana dan lebih mudah dilakukan. Dalam perkembangannya lebih lanjut, tekniklatihan relaksasi progresif dipakai sebagai teknik tersendiri, jadi tidak lagi sebagai bagian dari teknik terapi perilaku seperti misalnya, pengebalan sistematik. Sebagai teknik yang dipakai tersendiri, latihan relaksasi progresif dipakai untk menghadapi pasien atau klien dengan masalah kecemasan umum dan kronis, bahkan akhir-akhir ini bidangnay lebih luas lagi dan kepada para pasien atau klien, diajarkan untuk bisa melakukannya sendiri (selfhelp) dengan mempergunakan alat biofedback agar pasien mengetahui saat-saat tercapainya keadaan relaks.
Dalam melaksanakan latihan relaksasi progresif terdapat beberapa model setelah model Jacobson dianggap tidak sesuai, antara lain karena dinilai kurang efisien, maka muncul medel lain yang terkenal yakni model Bernstein dan Borkovec (1973) dan Bernstein dan Given (1984). Model mereka membutuhkan waktu sekitar 35-40 menit dan meliputi 14 kelompok otot. Dasar umum untuk melaksanakan ini diberikan oleh Bernstein dan Given (1984) sebgai berikut :
1. mengajarkan klien bagaimana meregangkan otot-otot
2. klien memulai meregangkan otot setelah terapis mengatakan “sekarang”. Peregangan dipertahankan selama lima sampai tujuh detik. Perhatian klien dipusatkan pada timbulnya perasaan karena peregangannya dengan ucapan yang tepat.
3. klien mengendorkan peregangan dan memulai relaks setelah mendengar perkataan relaks. Suruhlah klien memusatkan pada perasaan relaks sebagai pengganti perasaan tegang. Pakailah ucapan-ucapan yang tepat untuk membantu klien mengarahkan perhatian secara langsung, agar merasakan relaks (yang disertai perasaan nyaman) selama kira-kira 30-40 detik.
4. ulangi siklus peregangan-peregangan pada otot yang sama, tetapi beri waktu sedikit lebih banyak unruk melrasakan relaks, yakni sekitar 40-50 detik.
5. meminta klien untuk memberikan tanda (misalnya, dengan mengangkat jari) kalau ototnya tidak sepenuhnya relaks. Dalam keadaan demikian, dapat diulang.
6. sering kali terjadi jika klien diminta melakukan peregangan pada sesuat kelompok otot, kelompok otot lain akan terpengaruh dan ikut regang. Karena itu setelah latihan pertama, kepada klien diminta hanya meregangkan pada kelompok yang diminta dan mencegah agar kelompok lain tidak terpengaruh.
7. pengulangan langkah-langkah tersebut di atas untuk kelompok otot yang lain sampai ke -14 kelompok otot telah dilakukan.
Setelah ke-14 kelompok otot terjadi pelemasan, terapis mengarahkan perhatian pasien atau klien agar merasakan relaks (nyaman) pada seluruh tubuh, melalui ucapan-ucapan sugestif dan menyuruhnya melakukan pernafasan dalam. Setelah itu baru dilakukan langkah-langkah lebih lanjut. Ke-14 kelompok otot tersebut ialah:
1. yang dominan pada tangan dan lengan
2. yang tidak dominan pada tangan dan lengan
3. dahi dan mata
4. pipi bagian atas dan hidung
5. dagu, muka bagian bawah, leher
6. pundak, punggung bagian atas, dada
7. perut
8. pinggul
9. yang dominan pada paha
10. yang dominan pada kaki
11. yang dominan pada tapak kaki
12. yang tidak dominan pada paha
13. yang tidak domianan pada kaki
14. yang tidak dominan pada tapak kaki
Jika pasien atau klien berhasil mencapai keadaan relaks setelah tiga kali pertemuan, pengelompokan otot bisa diperbesar menjadi lima kelompok, yaitu:
1. lengan dan tangan bersama-sama
2. semua otot muka
3. dada, pundak, punggung bagain atas, perut
4. pinggul dan pangkal paha
5. kaki dan tapak kaki
Efek dari latihan menurut Masters, et al (1987), adalah:
1. meningkatnya pemahaman mengenai ketegangan otot
2. meningkatnya kemampuan untuk menguasai ketegangan otot
3. meningkatnya kemampuan untk menguasai kegiatan yang terjadi dengan sendirinya
4. meningkatnya kemampuan untuk menguasai kegiatan kognitif, meliputi pemusatan perhatian (konsentrasi).
5. berkurangnya ketegangan otot
6. berkurangnya perasaan bergelora secara kefaalan
7. berkurangnya perasaan cemas dan emosi lain yang negatif
8. berkurangnya kekhawatiran
Dari hasil penelitian menurut Masters, et al (1987), model latihan relaksasi dewasa initidak lagi mempergunakan model Jacobson yang diniali terlalu banyak memakan waktu, maka cenderung mencari model yang lebih singkat, praktis, namun tetap memiliki efek terapeutik yang baik. Model yang singkat membutuhkan delapan sam pai sepuluh kali pertemuan. Latihan relaksasi lebih pen dek dari itu, tidak akan menghasilakn efek terapeutik yang diharapkan, sebagaimana dilaporkan oleh Hillenberg dan Collins (1982).
Latihan otogenik, sebagimana telah disebut adalah teknik pasif untuk menguasai timbulnya perasaan yang menggelora, latiahn yang menurut Schultz & Luthe (1969) meliputi enam latihan psikofisiologik, dengan sugesri diri (autosuggestion) sehingga perubahab-perubahan yang terjadi di dalam dirinya, lambat laun dapat terjadi di dalam dirinya. Latihan otogenik ini adalah latihan untuk merasakan berat dan panas pada anggota gerak, pengaturan aktivitas pada jantung dan paru-paru, merasakan panas pada perut dan perasaan dingin pada dahi. Latihan otogenik dianggap efektif untuk menyembuhkan penderita insomnia (sulit tidur) (Nicassio & Bootzin, 1974), penderita sakit kepala (migren) (Blancard, et al, 1978).

0 komentar:

Posting Komentar

Relaksasi

Keadaan relaks adalah keadaan pada mana seseorang berada dalam keadaan tenang, dalam suasana emosi yang tenang. Untuk mencapai keadaan seperti ini, diperlukan suatu teknik melalui berbagai prosedur antara lain prosedur aktif dan prosedur pasif.
Relaksasi adalah komponen dasar penting alam kegiatan terapeutik. Teknik relaksasi yang berkaitan dengan terapi perilaku, mulai dikembangkan sejak jaman Edmud Jacobson pada awal tahun 30-an. Jacobson dikenal sebagi orang pertama yang melakukan penelitian dalam bidang psikofisiologik mengenai relaksasi. Jacobson menemukan jika seseorang berada dalam keadaan relaks yang dalam, ia tidak akan memperlihatkan respons terkejut terhadap suara keras. Pada tahun 1983, Jacobson membuat teknik relaksasi yang disebut sebgai teknik atau latihan relaksasi progresif (progessive ralaxation training) untuk membawa seseorang sampai ke keadaan relaks pada otot-ototnya. Jacobson percaya bahwa jika seseorang berada dalam keadaan seperti itu, akan terjadi pengurangan timbulnya reaksi emosi yang menggelora, baik pada susunan pusat syaraf, maupun pada susunan syaraf otonom dan lebih lanjut dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat, jasmani maupun rohani. Hal ini sesuai dengan teori emosi Jame-Lange, yang mengemukakan adanya interaksi antara emosi, misalnya kecemasan, dengan kondisi tubuh, misalnya peregangan pada otot-otot. Jadi jika seseorang dapat mengurangi ketegangan dan peregangan pada otot-ototnya, maka akan terjadi juga pengurangan ketegangan atau kecemasan, dan akibat-akibat lain karena keadaan tersebut.
Pada waktu yang bersamaan, ketika Jacobson mempergunakan teknik aktifnya, yakni pda tahun 1932, seorang dokter di Jerman bernama Johannes Schultz, memperkenalkan teknik pasif agar seseorang dapat menguasai munculnya emosi yang bergelora, yang dikenal dengan latihan otogenik (autogenic training). Pasien tidak lagi tergantung pada terapisnya, tetapi melalui teknik sugesti diri (auto suggestion technique), seseorang dapat melakukan sendiri perubahan kefaalan di dalam dirinya sendiri, juga bisa mengatur permunculan-permunculan dari emosinya pada tingkatan maksimal yang dikehendaki.
Pada tahun 50-an, seorang tokoh aliran behavioristik, bernama Joseph Wolpe, mempergunakan relaksasi progresif sebagai dasar untuk melakukan pengebalan sistematik. Teknik relaksasi yang dilakukan Wolpe ini adalah modifikasi dari tekniknya Jacobson yang dianggap oleh Wolpe memakan waktu terlalu lama, sehingga dia memodifikasi teknik yang lebih pendek, lebih sederhana dan lebih mudah dilakukan. Dalam perkembangannya lebih lanjut, tekniklatihan relaksasi progresif dipakai sebagai teknik tersendiri, jadi tidak lagi sebagai bagian dari teknik terapi perilaku seperti misalnya, pengebalan sistematik. Sebagai teknik yang dipakai tersendiri, latihan relaksasi progresif dipakai untk menghadapi pasien atau klien dengan masalah kecemasan umum dan kronis, bahkan akhir-akhir ini bidangnay lebih luas lagi dan kepada para pasien atau klien, diajarkan untuk bisa melakukannya sendiri (selfhelp) dengan mempergunakan alat biofedback agar pasien mengetahui saat-saat tercapainya keadaan relaks.
Dalam melaksanakan latihan relaksasi progresif terdapat beberapa model setelah model Jacobson dianggap tidak sesuai, antara lain karena dinilai kurang efisien, maka muncul medel lain yang terkenal yakni model Bernstein dan Borkovec (1973) dan Bernstein dan Given (1984). Model mereka membutuhkan waktu sekitar 35-40 menit dan meliputi 14 kelompok otot. Dasar umum untuk melaksanakan ini diberikan oleh Bernstein dan Given (1984) sebgai berikut :
1. mengajarkan klien bagaimana meregangkan otot-otot
2. klien memulai meregangkan otot setelah terapis mengatakan “sekarang”. Peregangan dipertahankan selama lima sampai tujuh detik. Perhatian klien dipusatkan pada timbulnya perasaan karena peregangannya dengan ucapan yang tepat.
3. klien mengendorkan peregangan dan memulai relaks setelah mendengar perkataan relaks. Suruhlah klien memusatkan pada perasaan relaks sebagai pengganti perasaan tegang. Pakailah ucapan-ucapan yang tepat untuk membantu klien mengarahkan perhatian secara langsung, agar merasakan relaks (yang disertai perasaan nyaman) selama kira-kira 30-40 detik.
4. ulangi siklus peregangan-peregangan pada otot yang sama, tetapi beri waktu sedikit lebih banyak unruk melrasakan relaks, yakni sekitar 40-50 detik.
5. meminta klien untuk memberikan tanda (misalnya, dengan mengangkat jari) kalau ototnya tidak sepenuhnya relaks. Dalam keadaan demikian, dapat diulang.
6. sering kali terjadi jika klien diminta melakukan peregangan pada sesuat kelompok otot, kelompok otot lain akan terpengaruh dan ikut regang. Karena itu setelah latihan pertama, kepada klien diminta hanya meregangkan pada kelompok yang diminta dan mencegah agar kelompok lain tidak terpengaruh.
7. pengulangan langkah-langkah tersebut di atas untuk kelompok otot yang lain sampai ke -14 kelompok otot telah dilakukan.
Setelah ke-14 kelompok otot terjadi pelemasan, terapis mengarahkan perhatian pasien atau klien agar merasakan relaks (nyaman) pada seluruh tubuh, melalui ucapan-ucapan sugestif dan menyuruhnya melakukan pernafasan dalam. Setelah itu baru dilakukan langkah-langkah lebih lanjut. Ke-14 kelompok otot tersebut ialah:
1. yang dominan pada tangan dan lengan
2. yang tidak dominan pada tangan dan lengan
3. dahi dan mata
4. pipi bagian atas dan hidung
5. dagu, muka bagian bawah, leher
6. pundak, punggung bagian atas, dada
7. perut
8. pinggul
9. yang dominan pada paha
10. yang dominan pada kaki
11. yang dominan pada tapak kaki
12. yang tidak dominan pada paha
13. yang tidak domianan pada kaki
14. yang tidak dominan pada tapak kaki
Jika pasien atau klien berhasil mencapai keadaan relaks setelah tiga kali pertemuan, pengelompokan otot bisa diperbesar menjadi lima kelompok, yaitu:
1. lengan dan tangan bersama-sama
2. semua otot muka
3. dada, pundak, punggung bagain atas, perut
4. pinggul dan pangkal paha
5. kaki dan tapak kaki
Efek dari latihan menurut Masters, et al (1987), adalah:
1. meningkatnya pemahaman mengenai ketegangan otot
2. meningkatnya kemampuan untuk menguasai ketegangan otot
3. meningkatnya kemampuan untk menguasai kegiatan yang terjadi dengan sendirinya
4. meningkatnya kemampuan untuk menguasai kegiatan kognitif, meliputi pemusatan perhatian (konsentrasi).
5. berkurangnya ketegangan otot
6. berkurangnya perasaan bergelora secara kefaalan
7. berkurangnya perasaan cemas dan emosi lain yang negatif
8. berkurangnya kekhawatiran
Dari hasil penelitian menurut Masters, et al (1987), model latihan relaksasi dewasa initidak lagi mempergunakan model Jacobson yang diniali terlalu banyak memakan waktu, maka cenderung mencari model yang lebih singkat, praktis, namun tetap memiliki efek terapeutik yang baik. Model yang singkat membutuhkan delapan sam pai sepuluh kali pertemuan. Latihan relaksasi lebih pen dek dari itu, tidak akan menghasilakn efek terapeutik yang diharapkan, sebagaimana dilaporkan oleh Hillenberg dan Collins (1982).
Latihan otogenik, sebagimana telah disebut adalah teknik pasif untuk menguasai timbulnya perasaan yang menggelora, latiahn yang menurut Schultz & Luthe (1969) meliputi enam latihan psikofisiologik, dengan sugesri diri (autosuggestion) sehingga perubahab-perubahan yang terjadi di dalam dirinya, lambat laun dapat terjadi di dalam dirinya. Latihan otogenik ini adalah latihan untuk merasakan berat dan panas pada anggota gerak, pengaturan aktivitas pada jantung dan paru-paru, merasakan panas pada perut dan perasaan dingin pada dahi. Latihan otogenik dianggap efektif untuk menyembuhkan penderita insomnia (sulit tidur) (Nicassio & Bootzin, 1974), penderita sakit kepala (migren) (Blancard, et al, 1978).

0 komentar:

Posting Komentar

Daisypath Anniversary tickers

Feed my Fish!